(021) 8779-1911 komsoskalvari@gmail.com

Sejarah Paroki Kalvari: Perjalanan Panjang menuju Kalvari Baru

Setelah 30 tahun berjuang untuk mendapatkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), tahun 2022 Paroki Kalvari memulai pembangunan gedung gerejanya.

Perjuangan 30 tahun akhirnya membuahkan hasil yang sudah lama dinantikan umat Pondok Gede. Bukan usai, sebaliknya justru perjuangan baru dimulai. Pembangunan gedung gereja baru harus terus ditegakkan sampai Kalvari baru berdiri sempurna sebagai rumah Allah yang layak.

Mengawal pembangunan Kalvari Baru menjadi salah satu upaya pemenuhan dan wujud penghormatan pada Allah Bapa sekaligus menjadi ungkapan terima kasih kepada ‘pejuang Kalvari’ yang berjuang sejak peletakkan batu pertama bedeng Gereja Kalvari pada 1993 lalu.

Tanggal 7 Februari 1993, Romo Arko Sudiono SJ meletakkan batu pertama pembangunan bedeng Kalvari. Namun meski demikian sejarah paroki Kalvari sudah dimulai jauh sebelumnya. Nama Kalvari, bahkan sudah terucap sejak dua tahun sebelumnya. Tanggal 15 Agustus 1991, Panitia Sementara Pembangunan Gereja Pondok Gede diganti dengan Panitia Pembangunan Gereja Kalvari Pondok Gede, kata “sementara” dihilangkan dan sudah memakai nama “Kalvari.”

Mengapa Kalvari? Pasti ada makna pergulatan dan pengorbanan untuk keselamatan.

Sejarah memang mencatat masa yang lewat melalui tonggak-tonggak waktu dan tokoh. Keberadaan paroki Kalvari tidak bisa dilepaskan dari keberadaan paroki St. Robertus Bellarminus – Cililitan. Dari induk inilah benih benih iman berkembang bagaikan biji sesawi yang ditanam dan tumbuh.

Berikut perjalanan rohani dan pertumbuhan serta sejarah berdirinya Paroki Kalvari, Lubang Buaya.

November 1977:

Paroki Cililitan dalam pelayanannya ke arah Timur sudah memiliki 2 lingkungan yaitu Lingkungan Gabriel dengan area: Dirgantara, Lubang Buaya dan Pondok Gede, serta Lingkungan Raphael dengan area Squadron.

September 1978:
Lingkungan mulai berkembang menjadi Dirgantara 1 dan 2, Squadron, Dirgantara 3 dan Pondok Gede yang memiliki area: Pondok Molek, Pondok Gede Housing dan Kologad, saat itu di tiga area tersebut sudah ada 60 KK . Sedangkan Dirgantara sendiri melayani termasuk umat di Pinang Ranti, Ceger, Lubang buaya dan TMII.

21 Juni 1979:

Paroki St. Aloysius Gonzaga – Cijantung berdiri, beban Paroki St Robertus Bellarminus – Cililitan ke arah Selatan menjadi berkurang dan konsentrasinya adalah pelayanan ke arah Timur.

Agustus 1981:

Peranan para Jesuit seperti peranan Romo Oey Guan Tjiang SJ, diteruskan oleh Romo Muji Santara SJ, Romo Arko SJ, Romo Suryatmo SJ membuka jalan yang penuh liku dari ketidakjelasan menjadi suatu yang jelas, pergulatan yang tidak henti menjadi buah yang nyata. Akhirnya Paroki itu berdiri dan diberi nama Kalvari.

Lingkungan Pondok Gede memiliki tujuh kelompok umat dengan 600 jiwa yang meliputi Pondok Gede 1 (Pondok Molek), Pondok Gede 2 (Pondok Gede Housing); Pondok Gede 3 (Jatiwaringin), Pondok Gede 4 (DDN); Pondok Gede 5 (Kologad), Pondok Gede 6 (Kusuma Indah) dan Pondok Gede 7 (Ardini II). Sedangkan TMII memiliki kelompok umat Pinang Ranti dan Ceger.

Saat itu Paroki Cililitan membeli lahan sekitar calon sekolah Yayasan St. Markus yang menjadi cikal bakal gereja daerah Pondok Gede.

September 1984:

Jemaat di Pondok Gede sudah ditata menjadi beberapa wilayah oleh paroki Cililitan yaitu Wilayah 1 (Pinang Ranti, Ceger, Dirgantara 1 & 2; Squadron, Dirgantara 3; Wilayah 2 ( Pondok Molek, Pondok Gede Housing, DDN dan Jatiwaringin); Wilayah 3 (Kologad, Kusuma Indah, Ardini II dan Chandra Patria). Saat itu umat sudah ada 242 KK.

20 April 1986:

Paroki Cililitan membentuk Panitia Sementara Pembangunan Gereja Pondok Gede.

9 Agustus 1987:

Romo Paroki Cililitan Romo Mudji Santara SJ memperkenankan pertama kali umat di daerah Pondok Gede misa di Aula Kologad dan Kapel Sta. Chatarina, sebulan sekali.

17 Agustus 1987:

Pada HUT RI ke 42 Romo Mudji Santara Sj memberi nama kelompok jemaat di Pondok Gede dengan nama “Umat Kalvari” sebagai embrio dari Paroki Kalvari yang sedang diperjuangkan. Dengan meminta umat di Pondok Gede merenungkan 7 Sabda Yesus terakhir di Kayu salib (vide Luk 23,34; Luk 23,43; Yoh 12,26-27; Mat 27,47; Yoh 19,28; Yoh 19,30 dan Luk 23,46) yang mendasari pemberian nama Kalvari.

Tahun 1989:

Yayasan St. Markus memiliki sekolah TK, SD dan SMP St. Markus II.

6 Mei 1990:

Paroki memutuskan bahwa misa Hari Minggu diadakan di halaman dalam St. Markus II yang sudah berdiri dan tidak lagi di Aula Kologad, namun rencana itu dibatalkan karena adanya penolakan dari masyarakat dan saat itu misa dilakukan di gudang seng terletak di Ring Rudal, Sengon.

20 Mei 1990:

Misa bisa dilakukan di halaman dalam Sekolah Markus II.

Tahun 1991:

Romo Muji Santara SJ menuturkan bahwa umat di Pondok Gede sudah memiliki 1.007 KK dengan 4.219 jiwa sedangkan induknya sendiri (bersama Pondok Gede) memiliki 1.769 KK dengan 8.215 jiwa artinya Pondok Gede memiliki jemaat lebih dari separo dari paroki Induknya dan saat itu menurut catatan beliau di daerah Pondok Gede sudah ada 44 mesjid, 83 mushala, 12 gereja Kristen dan tidak ada gereja katolik di daerah ini.

15 Agustus 1991:

Panitia Sementara Pembangunan Gereja Pondok Gede diganti dengan Panitia Pembangunan Gereja Kalvari Pondok Gede, kata “sementara” dihilangkan dan sudah memakai nama “Kalvari.”

7 Februari 1993:

Romo Arko Sudiono SJ meletakkan batu pertama pembangunan bedeng Kalvari.

Refleksi 20 Tahun Perjalanan Paroki Kalvari

4 April 1993:

Mgr. Leo Soekoto SJ memberkati “Bedeng Kalvari.”

September 1993:

Misa di bedeng Kalvari diadakan Sabtu sore dan Minggu pagi dan untuk kegiatan paroki, Romo Arko mendapat pinjaman tempat oleh Keluarga FX. Sugiharto Gunawan di pavilion Jl. Wijaya, Jatirahayu. Kegiatan reksa pastoral di Kalvari sudah mulai dijalankan.

19 Maret 1995:

RD Purba Tamtomo mengirim surat kepada Romo Suryatmo SJ untuk melakukan analisa mengenai rencana paroki baru di Pondok Gede.

25 Maret 1995:

Romo Suryatmo SJ sebagai pastor paroki Cililitan memberikan jawaban kepada Keuskupan dan kesiapan menjadikan Pondok Gede manjadi Paroki mandiri dan Paroki Cililitan mendapatkan kepastian dengan ditunjukkan Romo Petrus McLaughlin OMI yang akan melayani Paroki Kalvari dan Keluarga FX. Sugiharto Gunawan menyediakan tempat tinggal di Jl. Wijaya no 1, seberang dari paviliun sebelumnya.

15 Mei 1995:

Bapa Uskup Jakarta menyampaikan bahwa pada tahun 1995 Keuskupan Agung Jakarta akan memiliki 3 Paroki baru yaitu: Pulo Gebang, Galaxi dan Kalvari. Maka mulailah persiapan menjadi Paroki Kalvari.

Uskup Agung Jakarta menugaskan para Jesuit seperti babat alas, membuka lahan untuk kerasulan dan merengkuh umat yang berada di sekitar daerah Pondok Gede. Semangat Ignatian memang sangat menonjol dalam mengemban misi ini. Langkah demi langkah, kegiatan menggereja dan didukung kegiatan reksa iman dalam penanganan liturgi berjalan, walau belum mendapatkan bentuk yang pasti karena tempat peribadatan yang selalu berpindah. Lahan sudah dibuka, bedeng sudah disiapkan sebagai tempat umat berkumpul berpindah dari aula kecil di Kologad dan sempat mengungsi di gudang seng Ring Rudal di Jatirahayu, lalu di halaman St Markus II. Tabernakel belum mendapatkan tempat nyaman dan akhirnya mendapat tempat bedeng dan karya pelayanan dimantapkan lebih lanjut oleh kongregasi Oblat Maria Immakulata (OMI).

Kongregasi Oblat Maria Immakulata (OMI) melanjutkan perjuangan para Jesuit untuk membuka gerbang Paroki Kalvari.

Keuskupan Agung Jakarta menyerahkan penggembalaan umat kepada OMI dan dimulai oleh Romo Petrus McLaughlin OMI, seorang seniman, dan aktif dalam komisi kategorial menjadi pastor paroki, selanjutnya selama 11 tahun Romo Peter Kurniawan Subagyo OMI sebagai pastor kepala didampingi beberapa Romo OMI.

Provinsialat OMI menugaskan secara berturutan: Romo P. McLaughlin (1995-1996) didampingi oleh Romo Andri Atmaka OMI dan selanjutnya pastor kepala diserahkan kepada Romo Peter Kurniawan Subagyo OMI (1996-2006) selama kurun waktu itu beliau didampingi oleh rekan kongregasinya: Romo Andri Atmaka OMI (1995-1997); Romo Rudi Rahkito Jati OMI (1998-2001); Romo Pat McAnally OMI (2001-2002); Romo Agus Rukmono OMI (2002); Romo H. Asodo OMI (2003-2005) dan setelah 2006 paroki ini diserahkan kepada Romo Diosesan.

1 Juli 1995:

Akta pendirian Paroki Kalvari menjadi Paroki diresmikan oleh Uskup Agung Jakarta dengan data sebagai berikut:

22 Juli 1995:

Misa perdana sebagai Paroki Kalvari bersama Romo Paroki Cililitan dan romo Paroki Kalvari: Romo Petrus dan Romo Andri. Era Jesuit yang mempersiapkan dan estafet diserahkan kepada kongregasi OMI untuk mulai menggembalakan umatnya.

Sepeninggal kongregasi OMI, Paroki di bawah gembala Romo- romo Diosesan. Gembala yang muda usia, penuh semangat mulai menggerakan jarum kegiatan umat. Bedeng semakin terlihat rapi, tiang- tiang kayu sebagai pelapis yang ada mulai mempercantik bedeng ini. Dari RD Aloysius Hadinugroho, bergerak terus dilanjutkan RD M Hadiwijoyo dan saat ini digembalakan oleh RD Yustinus Ardianto. Masing-masing memiliki semangat menggerakkan umatnya. Paroki Kalvari dan Sta. Chatarina menjadi dua pusat umat bersujud dan berdoa, saling menguatkan dan meneguhkan.

Periode 2005- 2009:

Pastor Kepala adalah RD Aloysius Hadinugroho dengan semboyan yang sangat dikenal oleh umat yaitu: Berkomitmen Memberdayakan. Dan semboyan-semboyan lainnya yang makna mendalamnya adalah bahwa beliau ingin agar umat Kalvari selalu diberdayakan dengan berbagai kegiatannya dan pelayanannya. Beliau membuat bedeng ini menjadi tempat berdoa yang teduh.

tiang kecil yang menopang bedeng dibalut dengan kayu sehingga nampak sebagai pilar yang kokoh dan kursi-kursi doa, lantai keramik menjadikan bedeng ini terasa bagaikan kenisah Tuhan. Pertumbuhan umat dan juga reksa paroki dan keterlibatan Kalvari dalam kehidupan paroki se dekenat semakin bertumbuh. Gaya penggembalaan dengan metode manajemen modern dicoba dikembangkan.

Periode 2009 – 2010:

Pastor Kepala adalah RD M. Hadiwijoyo dengan ungkapan dalam kotbah yang menjadi pengulangan penghayatan iman. Romo selalu bertanya kepada umat: ”Apa Kabar?” dan saat umat menjawab “BAIK”. Romo menekankan penghayatan imannya “Baik artinya- Bahagia Aku Ikut Kristus, apalah artinya kita menjadi pengikut Kristus kalau hidup kita tidak bahagia?” Kegiatan Dewan Paroki, kegiatan wilayah, kegiatan kategorial semakin tumbuh dan mendapat perhatian. Ibadat-ibadat khusus mendapat penguatan dan perhatian.

Periode 2010 sampai dengan sekarang:

Yang menarik bahwa walaupun sudah merasa menjadi bagian dari Paroki Kalvari, baru pada tahun 2012 dinyatakan Gereja Sta. Catharina di bawah pelayanan Paroki Kalvari.

Pastor Kepala adalah RD Yustinus Ardianto yang memiliki keahlian administrasi, tertib dalam aturan dan piawai dalam memberikan semangat kepada umat.

21 Desember 2021:

Gereja Kalvari Baru mendapatkan izin Mendirikan Bangunan (IMB) setelah perjuangan 30 tahun. Peletakkan batu pertama Gereja Kalvari Baru dilakukan bersama dengan Bapak Uskup Mgr Ignasius Suharyo, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Pastor Kepala Paroki Kalvari Pastor RD Ferdinand Wijshijer atau Romo Fe. Dihadiri pula oleh Pastor RD Yustinus Ardianto.

Sumber: Refleksi 20 Tahun Paroki Kalvari

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!