Mengenang 40 Hari Berpulangnya RM. Martinus Hadiwijoyo
“Romo Martinus Hadiwijoyo adalah sosok pribadi yang tidak pernah takut dan tidak pernah merinding. Tapi saat usai memberkati jenasah seorang gelandangan yang meninggal di pinggir jalan dan dibawa ke ruang jenasah di RSCM, Romo Hadi (sapaan akrab untuk Pastor Martinus Hadiwijoyo, Pr) merinding dan ketakutan. Beliau mengaku melihat wajah Tuhan Yesus pada jenazah gelandangan yang dekil, hitam yang baru saja selesai diberkatinya.”
Cerita itu diungkapkan oleh adik bungsu Romo Hadi, Wahyu Dramastuti, saat dalam perjalanan dari Gereja Kalvari (Tepatnya di depan Kopilot Cafe) menuju makam para pastor deosesan Keuskupan Agung Jakarta di Selapajang, Tangerang. Perjalanan ini menandai kenangan 40 hari berpulangnya Romo Hadi bersama umat dan Pastor Paroki Lubang Buaya, Gereja Kalvari, Romo Johan Ferdinand Wijshijer.
Kenangan akan Romo Hadi mulai mengalir dari wanita yang dipanggil Wahyu ini. Kala itu, sebagai relawan pendamping para penderita kanker, dia pernah menemukan gelandangan di Jakarta Barat yang sakit dan kritis. Dalam kata-kata terakhirnya sebelum meninggal, mengaku sebagai seorang Katolik. Wahyu pun menceritakan hal itu kepada Romo Hadi yang langsung dengan sigap memberi pemberkatan.
Dalam ibadat pemberkatan jenazah singkat, Romo Hadi tercengang saat menatap wajah jenazah itu. Seketika Wahyu melihat wajah Romo Hadi tercekat.
“Ada apa Romo kok sepertinya wajah Romo aneh melihat jenazah …?”
Romo Hadi pun menjawab pertanyaan itu dengan dengan wajah sangat serius.
‘’Saya sungguh melihat wajah Tuhan Yesus pada jenasah yang terbaring di meja ruang jenasah RSCM itu. Baru kali ini saya merinding dan ketakutan.”
Bus yang membawa saya dan rombongan pejiarah Kalvari terus melaju menyusuri jalan toll ruas Taman Mini – Tangerang. Cerita demi cerita tentang Romo Hadi kembali mengalir.
Kali ini giliran Adi, suami adik Romo Hadi yang bernama Nur. Adi menceritakan ada seorang ibu yang ingin sangat ingin ikut mengantar Romo Hadi ke peristiratan terakhirnya, namun karena sakit dan tangannya kaku tak bisa digerakkan, maka ibu itu lalu mengikuti prosesi pemakaman melalui siaran Youtube Puspas Samadi.
Saat tengah menonton, ibu yang sakit tangannya itu secara spontan berteriak sambil meletakkan tangannya yang sakit di layar HP yang dipegangnya.
“Romo Hadi, sembuhkanlah tanganku yang sakit ini. Doakan aku ya Mo, biar segera sembuh.”
Teriakan itu dia lakukan pada saat Peti Jenasah Romo Hadi mulai diturunkan ke dalam liang lahat. Mujizat terjadi !! Usai meletakkan tangannya di HP tadi, mendadak tangan ibu itu bisa digerakkan dan tidak sakit lagi. Sejak saat itu, kata Adi, Ibu itu tangannya sampai sekarang sembuh dan sehat kembali.
Tak terasa 2 jam 30 menit pun berlalu, akhirnya bus yang membawa rombongan ziarah dan mengenang 40 hari wafatnya Romo Hadi tiba di Taman Makam Marfati, Selapajang, Tangerang.
Acara ziarah diisi dengan misa ekaristi yang dipersembahkan oleh Pastor Paroki Lubang Buaya, gereja Kalvari, Romo Johan Ferdinand Wijshijer. Sekitar 200 umat dari Gereja Kalvari dan sebagian dari paroki Cililitan dan Kampung Sawah, memadati tenda yang dipasang di depan kapel Yusuf Arimatea.
Dalam Homilinya Romo Fe mengajak umat untuk terus meneladani ketulusan, kesederhanaan dan kerendahan hati Romo Hadi. Menurut Romo Fe, keberhasilan saat ini yang diraih Paroki Lubang Buaya untuk mendapatkan IMB dan memulai pembangunan Gereja Kalvari Baru adalah juga hasil perjuangan dan doa dari Romo Hadi. Diketahui, dalam tekadnya membantu melalui doa, romo Hadi sering sekali melakukan tirakatan dan doa di makam-makam para pahlawan dan mengunjungi tempat-tempat peziarahan.
Usai misa, acara ziarah dilanjutkan dengan acara peletakan rangkaian bunga dan tabur bunga yang diawali oleh Romo Fe dan diikuti oleh segenap umat. (BES)